Kebangsaan dan Nasionalisme yang Semakin Lemah

Bulan Juni merupakan bulan sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia. Karena Pancasila lahir di bulan ini. Rasa kebangsaan dan semangat nasionalisme bangsa Indonesia sudah semakin melemah saat ini. Bahkan bisa dikatakan sudah berkurang.

Sumpah Pemuda yang Luntur oleh Budaya Barat

Tanggal 28 yang mempunyai makna tentang bentuk negara NKRI itu juga sesuai dengan nama gang-nya yaitu gang Kenari yang berarti Kesatuan Negara Republik Indonesia. Gang artinya jalan sempit dan keadaan gang itu bermacam-macam. Tapi yang dituju adalah gang Kenari. Juga nama jalannya yaitu Kramat Raya, Kramat – Kemulyaan, Raya – besar. Menuju kemulyaan yang besar bukan jalan kehinaan.

Enjoy Reading 15 Cerpen Terbaik

Putri terbangun ketika malam telah bertengger di puncaknya. Dinyalakannya lampu kamar. Pukul dua dini hari. Di luar sana, kesunyian telah sempurna mengepung kota. Sayup-sayup terdengar suara tiang listrik dipukul seseorang.

Tourism Sites in Tarakan

Tarakan is one of the city in East Borneo. Tarakan has so many tourism sites. Three of them are Mangrove, Amal Beach, and Bais Hills and Resto. Now, we would like to explain them one by one.

IFH SMART TIPS: How to Boost your Battery Life

Blackberry is a smartphone that some of us have it. Well, these are some tips how to boost our blackberry battery life. 1. Use Wifi when available - Turn Off Wifi when not in use Wifi seems to be the biggest influencer of battery life on newer devices like the Bold 9900/9930. In all of our tests and real world outings, having Wifi on and connected to a Wifi network was

Senin, 22 Oktober 2012

How fast your password be cracked?

Follow hacking that afflicts millions of LinkedIn users and eHarmony.com make people aware of the importance of making passwords difficult to guess.
The easiest way to meningkatkanpassword is to increase the number of letters and numbers and insert special symbols or non-letter characters such as @,%, ^, &, or *, especially those rarely used.
The longer the password, and more and more of his character, the hackers who intend no good will be harder to break into a person's online account.
This is because the Latin alphabet only has 26 characters, while a standard keyboard has 95 letters and symbols that can be used to make a difficult combination.
How difficult to guess passwords that contain special characters?
Here are a number of possible combinations of passwords along six and ten characters (including letters and numbers, not including upper and lower case), passed denganpassword six and ten characters that added a special symbol.
The figures below obtained from Brute Force Password Interactive Search Space Calculator, as quoted by PC World:
Password 6 characters with no special symbols: 2.25 billion possible combinations

    
The time it takes to hack passwords online with web applications that can make a thousand guesses per second: 3.7 weeks.
    
The time it takes to hack passwords offline with computer ataudesktop high-performance servers that can make a hundred billion guesses per second: 0.0224 seconds.

Password is 10 characters with no special symbols: 3.76 quadrillion (3.76 million billion) possible combinations

    
The time it takes to hack passwords online with web applications that can make a thousand guesses per second: 3.7 weeks.
    
The time it takes to hack passwords offline with computer ataudesktop high-performance servers that can make a hundred billion guesses per second: 10.45 hours.

One additional symbol will add the amounts likely over many times:
Password 6 characters with special symbols: 7.6 trillion possible combinations

    
The time it takes to hack passwords online with web applications that can make a thousand guesses per second: 2.4 abad/240 year.
    
The time it takes to hack passwords offline with computer ataudesktop high-performance servers that can make a hundred billion guesses per second: 1.26 min.

10 character passwords with special symbols: 171.3 xextillion (171.269.557.687.901.638.419) possible combinations

    
The time it takes to hack passwords online with web applications that can make a thousand guesses per second: 54.46 million Century / 5 billion 446 million years.
    
The time it takes to hack passwords offline with computer ataudesktop high-performance servers that can make a hundred billion guesses per second: 54.46 years.

In addition to increasing the number of possible combinations, the use of special symbols dalampassword useful to avoid "dictionary attack", that is, using words taken directly from the dictionary. For maximum security, the password must be at least 10 letters and numbers, as well as one or more special symbols.

Tourism Sites in Tarakan

Tarakan is one of the city in East Borneo. Tarakan has so many tourism sites. Three of them are Mangrove, Amal Beach, and Bais Hills and Resto. Now, we would like to explain them one by one.

a. Mangrove Forest
Mangrove Forest Mangrove Forest is located in the middle city of Tarakan and near to Gusher Plaza. It has a lot variety of trees and animals. one of the most popular animal in Mangrove is Navalis Javanicus or Bekantan. The characteristic of this animal is has a red big nose and big body. Bekantan also a shy animal, so sometimes tourist can't find them. Now we talk about the trees. One of the popular trees in Mangrove is Bakau, but there's still a lot of another trees there.


b. Amal Beach

Amal Beach is located East Tarakan district. It has two parts, those are "New Amal Beach" and "Old Amal Beach". The most popular for teenagers is "New Amal Beach" because it has more beautiful look than the "Old Amal Beach". Both of them has a special food called "Kapah". It is one of seafood that can be found only in Amal Beach. For the first reader maybe they ask about "what is the difference between "old amal beach" and "new amal beach". Old and new, it is only a term but the difference is in "old amal beach" has made some stone to prevent big wave but not in "new amal beach".


c. Bais Hills and Resto

Word Bais means the symbol of Tarakan city "Bersih, Aman, Indah, Sehat, dan Sejahtera. In this place there are a lot of kind of swimming pools and a lot kind seafood in its restaurants. Such us kepiting soka. Cost of swimming for adults is IDR 25.000 and IDR 15.000 for children.With that cost, you can swim as long as you want but of course it exclude the price of the food. Every Sunday, a lot of visitors come to this tourism place.

Sekolahku, Harapanku

     SMA Negeri 1 Tarakan, merupakan salah satu sekolah favorit yang ada di Tarakan. Sekolah Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional ini mempunyai siswa/siswi berprestasi lebih dari 600 orang. Fasilitas yang diberikan lebih dari cukup baik. 
       Sekolah ini akan lebih baik jika ditingkatkan frekuensi belajar dengan metode yang lebih baik. Ini dimaksudkan untuk peningkatan kualitas murid dari suatu sekolah yang bertaraf Internasional. Jika kita berbicara tentang kualitas murid, tentu itu pengaruh dari kualitas pengajarnya. Namanya saja "Rintisan Bertaraf Internasional", sekurang-kurangnya kata pengantar dalam pembelajaran menggunakan bahasa billingual (Inggris, Indonesia). Namun hal itu memang tidak semudah membalik telapak tangan. Perlu adanya pelatihan khusus untuk peningkatan kualitas pengajar SMA Negeri 1 Tarakan ini.
    Tentu ada sebuah cita-cita yang ingin dicapai dalam rangka memberikan yang terbaik bagi generasi yang haus akan ilmu pengetahuan. Melalui visi misi sekolah tergambarkanlah pokok-pokok tujuan yang hendak diwujudkan baik dalam jangka pendek maupun perancangan dalam pencapaian tujuan jangka panjang. Kemudian visi misi tersebut diterjemehkan pula ke dalam bentuk program-program kerja sekolah yang disusun sedemikian rupa yang disesuaikan dengan kondisi serta kemampuan dari tiap-tiap sekolah. Tentunya program kerja tersebut adalah segala sesuatu yang bisa diukur serta tidak menimbulkan penafsiran ganda dari pihak-pihak yang berkepentingan pada maksud dan sasaran program kerja.
        Namun satu yang pasti bahwa dari sebuah visi kemudian dalam penjabarannya menjadi program kerja semuanya bermuara pada satu keinginan bagaimana sekolah tersebut dapat menjadi sekolah harapan.
Sekolah harapan dapat pula diartikan sebagai sekolah unggulan atau anda bisa juga menyebutnya sekolah andalan atau anda ingin mengatakan sekolah harapan sebagai sekolah favorit semuanya memiliki padanan dari segi substansi. Suatu sekolah dapat dikatakan sebagai sekolah harapan apabila dapat mewujudkan slogan yang disandangnya yakni dapat menjadi harapan bagi siswa, orangtua, guru, serta masyarakat luas.
      

Blog, Sarana Edukasi

    Sebagai pelajar, kita sudah tidak asing lagi dengan yang namanya blog. Belakangan ini,blog telah menjadi gaya hidup. Kegiatan blogging telah menjamur di mana-mana dari berbagai kalangan dan setiap elemen masyarakat. Entah itu hanya sebagai buku harian, ungkapan opini, ide, kreatifitas hingga untuk meraup penghasilan lebih dari berbagai macam bisnis dunia maya.

Dengan munculnya keragaman dalam dunia blog senidiri maka terciptalah sebuah dunia maya yang sangat kompleks dan saling melengkapi tak jauh bedanya dengan dunia nyata. Dengan mendapatkan informasi dengan cepat, media sosialisasi (online), mempererat persahabatan, membangun sebuah komunitas, hingga menambah penghasilan dan lain sebagainya. Dari situlah blog bisa menjadi sebuah candu bagi seseorang, hingga tak heran kalau ada seseorang yang rela menghabiskan sebagian besar waktunya di dunia maya. Namun Blog tidak hanya untuk hal tersebut, Blog juga dapat dimanfaatkan untuk dunia pendidikan. Misalnya untuk mengembangkan proses transfer ilmu. Dalam konteks dunia pendidikan, guru dan murid perlu terlebih dahulu diperkenalkan kepada konsep pembelajaran elektronik dan blog beserta manfaat-manfaatnya, yang sudah dibeberkan di atas tadi.

Berikut ini merupakan manfaat blog bagi dunia pendidikan :

1. Mendorong siswa untuk selalu mendokumentasikan apa yang ada di dalam pikiran mereka, termasuk di antaranya adalah pengetahuan, pengalaman, perasaan, pendapat, dan lain-lain, dengan metode yang paling sesuai dengan kepribadian masing-masing, apakah itu lewat tulisan, gambar, suara, atau video. Hal ini, selain berguna sebagai ajang latihan mengungkapkan ide-ide yang terpendam, juga berguna untuk penghematan biaya dalam hal publikasi gagasan karena dengan media blog, sebuah gagasan tidak perlu dimuat dalam ribuan lembar kertas agar dapat terpublikasi secara luas.
Setiap buah pikiran yang berhasil mereka dokumentasikan, sebaiknya diberi apresiasi agar mereka juga semakin terpacu untuk mendokumentasikan pengetahuan yang mereka punya. Apresiasi tersebut tidak harus berupa materi, tapi bisa juga berupa tanggapan, pengakuan, pujian, dan bahkan kritikan atas apa yang mereka berhasil dokumentasikan.

2. Menggantikan kelas-kelas diskusi yang selama ini selalu terbatas pada waktu dan sebuah ruangan fisik, sehingga proses pembelajaran pun dapat diselenggarakan dengan lebih fleksibel.


3. Cara yang efektif untuk meningkatkan minat belajar para siswanya.Misalnya seorang guru memposting suatu permasalahan atau materi pelajaran yang disusun dalam suatu bahasa yang formal tetapi lebih santai. Para siswanya kemudian bisa blogwalking ke blog tersebut dan kegiatan belajar mengajar pun bisa menjadi lebih menyenangkan. Materi pelajaran yang diposting melalui media blog bisa menjadi sebuah konten hebat yang bermanfaat bagi kemajuan dunia pendidikan.

4. Memperkenalkan teknologi internet di kalangan pelajar dan pengajar, juga bisa menjadi terobosan baru di dunia pendidikan. So, tunggu apa lagi, teknologi yang semakin canggih ini asal dimanfaatkan semaksimal mungkin, diharapkan dapat menghasilkan suatu perubahan besar, tidak hanya di bidang pendidikan, bahkan mencakup semua bidang.

Sumpah Pemuda yang Luntur karena Budaya Barat

"Wahai pemuda, Jangan kau tanya pada bangsamu apa yang diberikan untukmu tapi tanya pada dirimu apa yang bisa kau berikan untuk bangsa & negaramu"


Memperingati Hari Sumpah Pemudasebaiknya kita sebagai pemuda berperan aktif untuk kemajuan bangsa. Pemuda harus lebih giat untuk menciptakan inovasi-inovasi baru yang memang benar-benar terasa manfaatnya bagi masyarakat. Pemuda jangan mudah terprovokasi apalagi dimanfaatkan oleh kepentingan-kepentingan Politik tertentu.

Akhir-akhir ini banyak pemuda yang sudah mengasingkan diri dengan sumpah pemuda. Mereka lebih mencondongkan minat mereka ke arah budaya barat. Ini berarti makna sumpah pemuda sudah luntur dengan adanya budaya barat. Lihat saja, masih banyak dilingkungan kita sendiri Pemuda lebih suka berperilaku ke arah negatif ketimbang berpelikaku yang memang bermanfaat bagi masyarakat atau minimal dirinya sendiri. Kemungkinan kurangnya bimbingan dari lembaga-lembaga kepemudaan untuk mengarahkan para pemuda dilingkungannya agar lebih bersikap positif dan produktif, tidak adanya wadah penyaluran hobi ataupun bakat.

Pemuda harus lebih diberdayakan lagi, kalau kita melihat kemasa lalu ketika jaman perjuangan pemuda sangat luar biasa menggebu-gebu dengan adanya SUMPAH PEMUDA, namun jaman kini sudah berubah. Harus adanya pendekatan, pengarahan serta pemberian dukungan dari pemerintah maupun lembaga-lembaga kepemudaan agar pemuda lebih produktif dan Inovatif. Pemuda untuk Bangsa, pemuda yang bermanfaat bagi masyarakat.

Do The Best, Salam Pemuda :-)

Rasa Nasionalisme yang Mulai Melemah


            Bulan Oktober merupakan bulan sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia. Karena sumpah pemuda diserukan tepat pada bulan ini. Rasa kebangsaan dan semangat nasionalisme bangsa Indonesia sudah semakin melemah saat ini. Bahkan bisa dikatakan sudah berkurang.
Budaya-budaya tradisional kita seperti sudah luntur oleh adanya budaya barat. Tidak hanya itu, hukum tidak lagi bekerja sesuai porsinya. Kata “supermasi hukum” bahkan hanyalah hiasan semata.
Kita patut bangga terhadap beberapa tokoh nasional yang pada saat sekarang ini masih mau mengajak anak-anak bangsa untuk merevitalisasi dan mengaktualisasikan nilai-nilai luhur Pancasila dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Kesadaran tersebut menunjukkan Pancasila masih memiliki arti sangat penting bagi bangsa Indonesia sebagai dasar dan ideologi negara, falsafah hidup serta juga sebagai alat pemersatu bangsa yang "Bhineka Tunggal Ika" di tengah era globalisasi yang penuh dinamika dan fenomena dalam kehidupan baru.
Oleh karena itu kita hendaknya memperbanyak kegiatan positif yang menunjang untuk meningkatkan rasa nasionalisme dan patriotisme terhadap pancasila dan Negara kita.


How To Boost Your Battery Life


  Blackberry is a smartphone that some of us have it. Well, these are some tips how to boost our blackberry battery life.

1. Use Wifi when available - Turn Off Wifi when not in use

Wifi seems to be the biggest influencer of battery life on newer devices like the Bold 9900/9930. In all of our tests and real world outings, having Wifi on and connected to a Wifi network was amazing for battery life. Using the Wifi network for data instead of the carrier network makes a HUGE difference in battery life (the radios don't have to work as hard). The Bold 9900 can get a full "work day" of use and still sit at around 80% battery life come quitting time all thanks to Wifi.

However when you know you won't be using Wifi if you're out for the day or somewhere where there is no Wifi connection, you can simply turn it off to keep it from eating away at your battery. This keeps the device from searching for networks and draining the battery.
Long story short - if you have a Wifi network available ... use it. If you don't ... turn it off.

To Disable Wifi

Click on the Network Settings area on your home screen
Uncheck Wi-Fi (to enable Wifi repeat the process but check the box)

2. Dim the Backlight 
When you fire up a new device, more often than not the backlight brightness is set at 70%. This is all well and good to start as you can see the screen clearly and everything looks great. Your natural tendency to want to see things as bright as possible may have you cranking it up to 100%, however this can more quickly drain your battery as the extra juice needed to keep the screen fully lit up eats away at battery life. Turning the brightness down (even just a bit) can help immensely to extend your battery. Personally I always drop my screen brightness to 10% and have never had an issue. It may seem a bit dark at first for some, but trust me, once you adjust to it you'll never know the difference and your battery will thank you.

To change your backlight brightness:

Go to Options > Display > Screen Display
Scroll to Backlight Brightness and change to 10

3. Change Your Backlight Timeout 
 Having the backlight timeout set to a low value keeps your screen from staying on unnecessarily when you're done doing whatever you're doing. In most cases there is no need to have the screen stay on for 2 minutes or even 1 minute after you're done using the device. I think that sticking to 20 or even leavng it at the default 30 seconds works just fine, though if you're really in need of more precious seconds of battery life you can put it all the way down to a 10 second timeout. Having a short timeout on your backlight keeps the screen from staying on too long and eating up your battery.

To adjust the Backlight Timeout:

Go to Options > Display > Screen Display
Scroll to Backlight Timeout and change to 20 Sec.



4. Turn Off Bluetooth When Not In Use 
 Bluetooth is a great feature of BlackBerry smartphones. It lets you connect with devices such as headsets, computers, speakers and much more. However when not in use, having Bluetooth active can slowly take away from your overall battery life. When you're not using Bluetooth it's always a good idea to just turn it off. Granted you won't be able to automatically connect to devices without turning it on again, but it's only a few clicks away so it's never too much of a hassle to fire it up again.

To Disable Bluetooth:

Click on the Network Settings area on your home screen
Uncheck Bluetooth (to enable Bluetooth repeat the steps but check the box)
As for Bluetooth while talking on the phone, the Crack team debates this one back and forth. Arguably you should get better BlackBerry life if you're on a call using a Bluetooth headset or Bluetooth Speakerphone (since you're now saving your BlackBerry from having to use it's microphone and speakers). Over the years we've found this can vary a bit depending, so it's something you'll want to test out with whatever Bluetooth Accessories you use. But for sure when you're not using Bluetooth, turn it off.

5. Change Network Settings In Poor Coverage 
 This one not many people think of but it can also be a big help on the battery. If you happen to find yourself in an area with poor network coverage for your carrier, you can change up your settings or even turn off data completely and save yourself some precious battery bars. Sometimes when you find yourself in poor coverage it could be due to a clogged network (as happens often to the Crack Team at tradeshows or for those who are on AT&T in big cities like New York or San Francisco). If this is the case, you can access your Network Settings and change your device from 3G/H+ down to 2G. This drops your "3G data" and gets you on the slower 2G network, but also clears things up as your device won't constantly struggle to find a data connection. It may sound a bit odd, but in times of need it definitely does the trick. Depending on your situation, this could literally add a day, never mind hours, to your battery life.

Change your Network Settings to 2G:

Click on the Network Settings area on your home screen
Choose Networks and Connections > Mobile Network
Choose the dropdown box next to Network Mode and select 2G
Alternatively, you can totally disable data on your device by simply turning data services off in this same menu. Keep in mind this will kill all data to your device, so apps, emails, BBM and the like won't be received.

6. Use the Auto On/Off feature or Bedside Mode
 This is a simple yet not well known feature of BlackBerry Smartphones. Built into the OS is the ability to automatically turn the device on and off at given times. This is extremely useful for saving battery life as well as turning the device off when you're sleeping, in daily meetings etc. In BlackBerry 7 you can set the Auto On/Off for both weekdays and weekends and if you learn to use it correctly it can help out tremendously with your battery life. Keep in mind that this will totally shut down the device so you won't receive emails, phone calls or SMS messages as it's essentially the same as powering off the device. The good news is that if you have an alarm set before your turn on time the device will power on to sound the alarm.

To use Auto On/Off

Select Options > Device > Auto On/Off
Check Enabled for Weekday, Weekend or both
Choose the time you'd like the device to turn on and the time to turn off (ie. 10pm to 7am)
Also lumped in with the Auto On/Off is Bedside Mode. This nifty feature is accessed through Clock > Options and lets you automatically turn off the device LED and Radio as well as dim the screen when Bedside Mode is active. This feature lets the device remain on while not taking up any extra battery life with the device radio or LED active. The clock will be displayed and the screem dimmed, so if you don't want to worry about missing phone calls or SMS messages, this is definitely a better way to go. You can also power off the display fully in Bedside mode, further saving battery life (just hit the screen lock button once in Bedside mode). Read more on using Bedside Mode here.

7. Lock Your Device and/or use a BlackBerry Case w/ sleeper magnet 
 While locking the device is something you should do anyway (better security when you use a password) it can also help save battery life. When your device is in your pocket or purse and it gets banged around, sometimes the screen will activate when a key is pressed. To prevent this you can either use the lock button on your device or set a device password with a timeout. This is a good practice to keep the device safe while preventing the screen from turning on when you don't want it to. You can also use one of the many BlackBerry holsters that contains a sleeper magnet - automatically putting your device to sleep when you put it in the holster.

8. Exit Unused Apps 
Simply closing unused apps can go a long way in helping battery life. In particular apps that constantly pull your GPS location or perfom other tasks really hinder your battery life when not in use. To easily close these apps you can use the built-in App Switcher to see what's running on your device, then close anything you aren't using.

To close unused apps:

Press and hold the Menu button to open the app switcher
Highlight and select the app you want to close
When in the app, press the Menu button again then exit (shutdown, logout) the app
 
9. Change App Refresh Settings 
Apps like Twitter, Facebook and others that run in the background on your device can eat up precious battery life in no time. These apps constantly refresh at set intervals and slowly chip away at battery life you could be saving. For any app that has a background refresh, you'll want to turn the refresh rate up or even off completely. Twitter for example can be set to refresh at anywhere from 5 minutes to 1 hour. Having the app refresh every five minutes isn't the best idea if you're looking to conserve battery power, so changing it to 1 hour or even turning it off and manually refreshing as needed goes a long way. The same is the case for Facebook, Social Feeds and other apps that refresh in the background. 
 
10. Charge Your Device (and buy a spare battery!) 
 Last but not least is the "no brainer" of the bunch. Charge your device whenever you have the chance. Be it at home or in your office with a standard wall charger or BlackBerry charging pod, in your car with a car charger or wherever you happen to be. Charging in your down time is obviously the best way to keep your battery up and running all day long.

If you happen to be on the go daily and fear your device won't make it through the day, why not just carry a spare battery? This is the best way to ensure you're up and running when you need to be and will leave you worry free knowing you have an extra battery ready to roll when you hit the red. 


Who or What Is Heroes?


      One daydream that almost all of us have had is to be a hero. The heroes of our daydreams vary; often, as we grow, so do our ideas of heroes develop and become more sophisticated. Tellingly, early hero-worship is often called 'looking up to someone,' and, obviously, as children, we literally look up to those tall people, our parents, who are probably our first heroes. However, once we really begin to consider heroes, one particular difficulty seems to arise again and again. That problem is identifying a hero. There are many ways to determine who a hero is, or how someone comes to be a hero. In this essay you will set forth and argue your idea of who, or what, is a hero.
Once you have decided how you wish to approach this Idea, it is your responsibility to present your decision In this final exam, using the argumentative methods you have learned over the last term. In the accompanying packet, you will find Information to support a variety of responses. Before you start your research, though, you will find below eight questions and some accompanying issues - ONE of which you will choose as the topic for your final exam. Remember that although much material is provided for your consideration, you must focus on answering ONE question to deal successfully with this exam. 

1. Some people say that heroes are born and not made, that heroism is a matter  of fate, but if heroes are made, who - or what - "makes" them?
Heroes in ancient societies can be called upon to illustrate both sides of this question. In one sense,  heroes seemed to be determined, that is 'made,' by a common understanding. Most people simply  agreed that heroes were literally 'extraordinary,' and performed astonishing deeds, far beyond  the capabilities of the average person. However, Hercules possessed superhuman characteristics  and an extraordinary destiny from the moment of his birth. He simply could not have enacted the will of  the gods had he not been half divine. And yet, because of his incredible nature, an aspect of himself over  which he had no control, he was probably a hero to almost everyone in Ancient Greece. Another ancient  figure who seems almost more than human is Alexander the Great. In his various campaigns, Alexander  and his men conquered territory from Greece to India, penetrating 14,000 miles to the east  of Greece. Literally deified in his lifetime and dead at 33 in 323 BCE, reputedly Alexander wept because  there were no more worlds to conquer and it would be centuries before anyone could begin to match his stature. Half god or not, Alexander's heroism, on one level or another, can never be disputed. 

2. Will a heroic person always behave as a hero?
One quality that quickly arises in a discussion of heroes is courage, usually physical courage. This calls to mind figures like Manolete, the great bullfighter, or Sergeant Alvin York, the outstanding American soldier of WW I who won the Congressional Medal of Honor after storming an enemy machine-gun nest, single-handedly killing more than 20 Germans and forcing another 132 to surrender. But York was a deeply religious man who had to be persuaded to go to war by his pastor. Would his heroic nature ever have been revealed if he had not gone to war? Emotional courage, too, may also be waiting to show itself in a person's life. If heroes are born, do they have any choice but to be a hero sooner or later, one way or another? 

3. How should we consider someone who surprises everyone with his or her heroism? What about the person who is expected to behave In a particular way? Is the heroic act quite separate from the person who performs it?
What about the 'ordinary' mother who, without thinking, rushes back to a smoky, flame-engulfed apartment in an attempt to save her helpless child from a hideous death? Is being labeled a hero sometimes simply a matter of surrendering to impulse? What about the otherwise innocuous whistle blower who may go so far as to draw the wrath of authority to protect more vulnerable comrades? We may remember Karen Silkwood, who worked in a nuclear plant where fuel rods used in nuclear fission reactors were made. Already fatally affected by chemical poisoning, Silkwood died in mysterious circumstances after she had spent several months gathering evidence of plutonium contamination throughout the plant. As she acted over an extended period, this may have been 'deliberate' heroism, and yet what had the dying Silkwood to lose? How important is the idea of sacrifice when identifying heroism?  But could some people in these same circumstances be seen to be 'merely doing their duty" when they react as did our heroic figures above? Aren't firemen, for instance, supposed to rush into burning buildings? Shouldn't a chaplain in a concentration camp automatically sacrifice himself to save his fellow man? 

4. Can heroes really be heroes if only a certain group In a society call them heroes?
For example, Joan of Arc had visions which directed her to make it possible for Charles VII to be crowned king of France. Eventually made a saint, Joan was a heroine to those French people who wanted to see Charles Vil as king, but the English had her burned as a witch in 1431. When Jack Johnson became the first black man to win the heavyweight championship of the world in 1908, he was hailed as a hero by the black community in America, but bitterness amongst many whites ran so deeply that Jess Willard, one of the contenders put up against him, was known as 'the great White Hope.' The 'hope,' of course, was that Willard would return Johnson firmly to his 'pre-heroic' place. Francisco 'Pancho' Villa, a Mexican whose real name was Doroteo Arango, was known to some simply as a bandit chieftain, an opportunist seeking personal gain after the fall of Porfirio Diaz in 1910. However, pursued into Mexico by General John J. Pershing after Villa and his troops killed sixteen American citizens, Villa eventually saw almost all Mexicans and many Americans turn against Pershing, who was recalled to America by President Wilson in 1917. Pershing went on to become a hero in W.W.I, but Villa died in 1923 after being shot from an ambush. Who decides who is a hero and who is an outlaw? 

5. Can people who are noble and admirable In one aspect of their lives, but contemptible or immoral in other areas still be called heroes?
In the often impassioned worlds of religion and politics, for example, it is simple to find people who have consciously dedicated their entire lives, not just the impetus of a moment, to a cause. Surely Mother Teresa and Mahatma Ghandi would qualify under these rules and it might be argued that no one could sustain that noble behavior, had she or he not been born a hero. But what about those people who are regarded as heroes in one facet of their lives, but are all too human in other aspects? We might put Henry Ford, Babe Ruth or Yasser Arafat on this list. Is it fair to call someone a hero if we have to pick and choose amongst his or her actions? 

6. Can being talented, but having to struggle to express that talent, qualify a person as a hero?
Sometimes an individual who heeds a more unusual call, but who follows that call with total dedication is called a hero. All heroes don't appear in the great and traditional areas of confrontation- war, religion, and politics. What about people who follow an unexpected summons? For examples, we might look at Dorothea Dix or Vincent Van Gogh or Roger Bannister or Edgar Allan Poe or Elvis. Is it the talent or the struggle to express that talent that makes the individual a hero? 

7. Does time matter in understanding the creation of heroes?
Heroism seems as if it should be a timeless, unchanging quality. Heroes traditionally bestride the ages and so it seems only right that a hero virtually radiates an aura that is both immediately and continually perceptible. Yet most contemporary people's view of Jesus would not match Herod's perception. Neither Columbus nor John Kennedy seem to be quite the men they once appeared to be; Paul Robeson came, went and came again. Once, Charles Manson was seen as monster; now some people wear sweatshirts with slogans printed on them demanding his release from prison. How could Emily Pankhurst and her daughters have been seen as "crazy hooligans, their followers [as] shrieking hysterics, [and] their policy [as) wild delirium'" (Brendon 157) ?* Why could someone not be recognized as a hero through the ages?  Is time a filter of true heroes or does time passing simply, increasingly, blur any and every image? *(Brendon, Piers. Eminent Edwardians. London: Secker and Warburg, 1979.)
One way to conclude this discussion may be to come back to our original proposition: 'Heroes are made, not born.' In the last years of the twentieth century, we may find a maker of heroes that ignores, engulf s or surpasses all previous creators of heroes. That influence is, simply, 'the media.' 

8. What Is the role of the media on the making of heroes?
It is true that without the media, which may discover and certainly announce people of valor and honor  to us, we might never get to know of the heroes amongst us. No single one of us can know the name  of even every child that performs a noble deed, and if we do not know our heroes, how can we celebrate  them? More sinisterly though, the media can be superficial and capricious. The past itself changes under  our eyes; people who are "nobodies" one moment are apparently "heroes" the next and then these same people are gone again - either exploding further into Neverland with Michael Jackson or dissolving into obscurity. Or are the media identifying something else for us - not the hero but the celebrity -  someone who has attained the "fifteen minutes of fame"  that Andy Warhol claimed we were all due? How  often are heroes chosen for their merchandising potential? After all, by wearing a certain brand of shoes,  can everybody be just little bit of a hero? How difficult is it to be a hero in media land? Is Princess Diana  behaving heroically as she withdraws from her stodgy husband and the moribund House of Windsor?  Is Kurt Cobaine a heroic suicide because he absented himself from a world that was no longer tolerable?  How do we see an American president who may be best known for his aggressive campaign challenge  to the voters: "Read my lips"?  What about a highly-paid athlete in professional sports? Obviously, if no one else has his or her talents, he or she must be one of those superhumans with whom we began our discussion. And what about another truly gifted athlete, who specifically warns his worshippers  that he is no role-model? Who are these people passing as heroes?
If heroes are made and not born, who or what makes them? But if they are born and not made, how shall we know them?

Andrea Hirata Seman Said Harun

      Andrea Hirata Seman Said Harun lahir di pulau Belitung 24 Oktober 1982, Andrea Hirata sendiri merupakan anak keempat dari pasangan Seman Said Harunayah dan NA Masturah. Ia dilahirkan di sebuah desa yang termasuk desa miskin dan letaknya yang cukup terpelosok di pulau Belitong. Tinggal di sebuah desa dengan segala keterbatasan memang cukup mempengaruhi pribadi Andrea sedari kecil. Ia mengaku lebih banyak mendapatkan motivasi dari keadaan di sekelilingnya yang banyak memperlihatkan keperihatinan.

Nama Andrea Hirata sebenarnya bukanlah nama pemberian dari kedua orang tuanya. Sejak lahir ia diberi nama Aqil Barraq Badruddin. Merasa tak cocok dengan nama tersebut, Andrea pun menggantinya dengan Wadhud. Akan tetapi, ia masih merasa terbebani dengan nama itu. Alhasil, ia kembali mengganti namanya dengan Andrea Hirata Seman Said Harun sejak ia remaja.

“Andrea diambil dari nama seorang wanita yang nekat bunuh diri bila penyanyi pujaannya, yakni Elvis Presley tidak membalas suratnya,” ungkap Andrea.
Sedangkan Hirata sendiri diambil dari nama kampung dan bukanlah nama orang Jepang seperti anggapan orang sebelumnya. Sejak remaja itulah, pria asli Belitong ini mulai menyandang nama Andrea Hirata. Andrea tumbuh seperti halnya anak-anak kampung lainnya. Dengan segala keterbatasan, Andrea tetap menjadi anak periang yang sesekali berubah menjadi pemikir saat menimba ilmu di sekolah. Selain itu, ia juga kerap memiliki impian dan mimpi-mimpi di masa depannya.

Seperti yang diceritakannya dalam novel Laskar Pelangi, Andrea kecil bersekolah di sebuah sekolah yang kondisi bangunannya sangat mengenaskan dan hampir rubuh. Sekolah yang bernama SD Muhamadiyah tersebut diakui Andrea cukuplah memperihatinkan. Namun karena ketiadaan biaya, ia terpaksa bersekolah di sekolah yang bentuknya lebih mirip sebagai kandang hewan ternak. Kendati harus menimba ilmu di bangunan yang tak nyaman, Andrea tetap memiliki motivasi yang cukup besar untuk belajar. Di sekolah itu pulalah, ia bertemu dengan sahabat-sahabatnya yang dijuluki dengan sebutan Laskar Pelangi.

Di SD Muhamadiyah pula, Andrea bertemu dengan seorang guru yang hingga kini sangat dihormatinya, yakni NA (Nyi Ayu) Muslimah.
“Saya menulis buku Laskar Pelangi untuk Bu Muslimah,” ujar Andrea dengan tegas kepada Realita.
Kegigihan Bu Muslimah untuk mengajar siswa yang hanya berjumlah tak lebih dari 11 orang itu ternyata sangat berarti besar bagi kehidupan Andrea. Perubahan dalam kehidupan Andrea, diakuinya tak lain karena motivasi dan hasil didikan Bu Muslimah. Sebenarnya di Pulau Belitong ada sekolah lain yang dikelola oleh PN Timah. Namun, Andrea tak berhak untuk bersekolah di sekolah tersebut karena status ayahnya yang masih menyandang pegawai rendahan. “Novel yang saya tulis merupakan memoar tentang masa kecil saya, yang membentuk saya hingga menjadi seperti sekarang,” tutur Andrea yang memberikan royalti novelnya kepada perpustakaan sebuah sekolah miskin ini.

Tentang sosok Muslimah, Andrea menganggapnya sebagai seorang yang sangat menginspirasi hidupnya. “
Perjuangan kami untuk mempertahankan sekolah yang hampir rubuh sangat berkesan dalam perjalanan hidup saya,” ujar Andrea.
Berkat Bu Muslimah, Andrea mendapatkan dorongan yang membuatnya mampu menempuh jarak 30 km dari rumah ke sekolah untuk menimba ilmu. Tak heran, ia sangat mengagumi sosok Bu Muslimah sebagai salah satu inspirator dalam hidupnya. Menjadi seorang penulis pun diakui Andrea karena sosok Bu Muslimah. Sejak kelas 3 SD, Andrea telah membulatkan niat untuk menjadi penulis yang menggambarkan perjuangan Bu Muslimah sebagai seorang guru. “Kalau saya besar nanti, saya akan menulis tentang Bu Muslimah,” ungkap penggemar penyanyi Anggun ini. Sejak saat itu, Andrea tak pernah berhenti mencoret-coret kertas untuk belajar menulis cerita.


Setelah menyelesaikan pendidikan di kampung halamannya, Andrea lantas memberanikan diri untuk merantau ke Jakarta selepas lulus SMA. Kala itu, keinginannya untuk menggapai cita-cita sebagai seorang penulis dan melanjutkan ke bangku kuliah menjadi dorongan terbesar untuk hijrah ke Jakarta. Saat berada di kapal laut, Andrea mendapatkan saran dari sang nahkoda untuk tinggal di daerah Ciputat karena masih belum ramai ketimbang di pusat kota Jakarta. Dengan berbekal saran tersebut, ia pun menumpang sebuah bus agar sampai di daerah Ciputat. Namun, supir bus ternyata malah mengantarkan dirinya ke Bogor. Kepalang tanggung, Andrea lantas memulai kehidupan barunya di kota hujan tersebut.

Beruntung bagi dirinya, Andrea mampu memperoleh pekerjaan sebagai penyortir surat di kantor pos Bogor. Atas dasar usaha kerasnya, Andrea berhasil melanjutkan pendidikannya di Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. Merasakan bangku kuliah merupakan salah satu cita-citanya sejak ia berangkat dari Belitong. Setelah menamatkan dan memperoleh gelar sarjana, Andrea juga mampu mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikan S2 Economic Theory di Universite de Paris, Sorbonne, Perancis dan Sheffield Hallam University, Inggris.

Berkat otaknya yang cemerlang, Andrea lulus dengan status cum laude dan mampu meraih gelar Master Uni Eropa. Sekembalinya ke tanah air, Andrea bekerja di PT Telkom tepatnya sejak tahun 1997. Mulailah ia bekerja sebagai seorang karyawan Telkom. Kini, Andrea masih aktif sebagai seorang instruktur di perusahaan telekomunikasi tersebut. Selama bekerja, niatnya menjadi seorang penulis masih terpendam dalam hatinya. Niat untuk menulis semakin menggelora setelah ia menjadi seorang relawan di Aceh untuk para korban tsunami. “Waktu itu saya melihat kehancuran akibat tsunami, termasuk kehancuran sekolah-sekolah di Aceh,” kenang pria yang tak memiliki latarbelakang sastra ini.

Kondisi sekolah-sekolah yang telah hancur lebur lantas mengingatkannya terhadap masa lalu SD Muhamadiyah yang juga hampir rubuh meski bukan karena bencana alam. Ingatan terhadap sosok Bu Muslimah pun kembali membayangi pikirannya. Sekembalinya dari Aceh, Andrea pun memantapkan diri untuk menulis tentang pengalaman masa lalunya di SD Muhamadiyah dan sosok Bu Muslimah. “Saya mengerjakannya hanya selama tiga minggu,” aku pria yang berulang tahun pada 24 Oktober ini.

Naskah setebal 700 halaman itu lantas digandakan menjadi 11 buah. Satu kopi naskah tersebut dikirimkan kepada Bu Muslimah yang kala itu tengah sakit. Sedangkan sisanya dikirimkan kepada sahabat-sahabatnya dalam Laskar Pelangi. Tak sengaja, naskah yang berada dalam laptop Andrea dibaca oleh salah satu rekannya yang kemudian mengirimkan ke penerbit.

Bak gayung bersambut, penerbit pun tertarik untuk menerbitkan dan menjualnya ke pasar. Tepatnya pada Desember 2005, buku Laskar Pelangi diluncurkan ke pasar secara resmi. Dalam waktu singkat, Laskar Pelangi menjadi bahan pembicaraan para penggemar karya sastra khususnya novel. Dalam waktu seminggu, novel perdana Andrea tersebut sudah mampu dicetak ulang. Bahkan dalam kurun waktu setahun setelah peluncuran, Laskar Pelangi mampu terjual sebanyak 200 ribu sehingga termasuk dalam best seller. Hingga saat ini, Laskar Pelangi mampu terjual lebih dari satu juta eksemplar.

Penjualan Laskar Pelangi semakin merangkak naik setelah Andrea muncul dalam salah satu acara televisi. Bahkan penjualannya mencapai 20 ribu dalam sehari. Sungguh merupakan suatu prestasi tersendiri bagi Andrea, terlebih lagi ia masih tergolong baru sebagai seorang penulis novel. Padahal Andrea sendiri mengaku sangatlah jarang membaca novel sebelum menulis Laskar Pelangi. Sukses dengan Laskar Pelangi, Andrea kemudian kembali meluncurkan buku kedua, Sang Pemimpi yang terbit pada Juli 2006 dan dilanjutkan dengan buku ketiganya, Edensor pada Agustus 2007. Selain meraih kesuksesan dalam tingkat penjualan, Andrea juga meraih penghargaan sastra Khatulistiwa Literary Award (KLA) pada tahun 2007.


Lebaran di Belitong. Kini, Andrea sangat disibukkan dengan kegiatannya menulis dan menjadi pembicara dalam berbagai acara yang menyangkut dunia sastra. Penghasilannya pun sudah termasuk paling tinggi sebagai seorang penulis. Namun demikian, beberapa pihak sempat meragukan isi dari novel Laskar Pelangi yang dianggap terlalu berlebihan. “Ini kan novel, jadi wajar seandainya ada cerita yang sedikit digubah,” ungkap Andrea yang memiliki impian tinggal di Kye Gompa, desa tertinggi di dunia yang terletak di pegunungan Himalaya. Kesuksesannya sebagai seorang penulis tentunya membuat Andrea bangga dan bahagia atas hasil kerja kerasnya selama ini.

Meski disibukkan dengan kegiatannya yang cukup menyita waktu, Andrea masih tetap mampu meluangkan waktu untuk mudik di saat Lebaran lalu. Bahkan bagi Andrea, mudik ke Belitong di saat Lebaran adalah wajib hukumnya. “Orang tua saya sudah sepuh, jadi setiap Lebaran saya harus pulang,” ujar Andrea dengan tegas. Di Belitong, Andrea melakukan rutinitas bersilaturahmi dengan orang tua dan kerabat lainnya sembari memakan kue rimpak, kue khas Melayu yang selalu hadir pada saat Lebaran. Kendati perjalanan ke Belitong tidaklah mudah, karena pilihan transportasi yang terbatas, Andrea tetap saja harus mudik setiap Lebaran tiba. Terlebih lagi, bila ia tak kebagian tiket pesawat ke Bandara Tanjung Pandan, Pulau Belitong, maka mau tak mau Andrea harus menempuh 18 jam perjalanan dengan menggunakan kapal laut.

Perasaan bangga dan bahagia semakin dirasakan Andrea tatkala Laskar Pelangi diangkat menjadi film layar lebar oleh Mira Lesmana dan Riri Riza. “Saya percaya dengan kemampuan mereka,” ujarnya tegas. Apalagi, film Laskar Pelangi juga sempat ditonton oleh orang nomor satu di negeri ini, Susilo Bambang Yudhoyono beberapa waktu lalu. “
Kini Laskar Pelangi memiliki artikulasi yang lebih luas daripada sebuah buku. Nilai-nilai dalam Laskar Pelangi menjadi lebih luas,” tutur Andrea
Menjadi seorang penulis novel terkenal mungkin tak pernah ada dalam pikiran Andrea Hirata sejak masih kanak-kanak. Berjuang untuk meraih pendidikan tinggi saja, dirasa sulit kala itu. Namun, seiring dengan perjuangan dan kerja keras tanpa henti, Andrea mampu meraih sukses sebagai penulis memoar kisah masa kecilnya yang penuh dengan keperihatinan.

Broken Home

       Suatu pagi aku sedang asyik bermain di ruang keluarga bersama adikku, Riska yang masih berusia 3 tahun saat itu aku hanya berdua berada di rumah. Seperti biasa ayah dan ibuku sudah berangkat kerja sejak pukul 06.00 pagi.

Saat itu aku merasa gundah dan sepi, walaupun sebenarnya aku sedang asyik bermain bersama adikku tapi di dalam hatiku tersirat sebuah kejenuhan menghadapi hidup ini. Aku merasa jenuh dengan hidupku yang tanpa kasih sayang, kedua orang tuaku begitu sibuk dengan pekerjaan mereka. Mereka tidak pernah ingin tahu tentang aku dan adikku. Tapi aku tetap yakin dan percaya bahwa sebenarnya mereka begitu menyayangiku dan adikku. Dan aku menyadari bahwa aku sudah dewasa dan orang tuaku bekerja semta-mata hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga kami. Tapi ada satu hal yang menjadi tanda tanya di dalam diriku yaitu terkadang waktu pulang kerja ayah dan ibuku sering bertengkar, aku tidak tahu apa penyebab yang membuat mereka bertengkar tapi aku tidak ingin mencampuri urusan mereka.

Hingga suatu hari, adikku terserang penyakit yang cukup serius. Kata dokter adikku menderita sesak nafas. Aku begitu sedih melihat keadaan adikku. Dia cukup menderita dengan penyakitnya dan dia juga harus kehilangan kasih sayang dari kedua orang tuaku. Namun yang lebih menyesalkanku adalah kedua orang tuaku yang tetap sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Padahal, mereka tahu jika adikku sedang terbaring lemah di rumah sakit tapi mereka tetap tidak meluangkan waktunya sehari saja untuk menemani adikku dari pagi hingga malam. Mereka hanya mementingkan urusan mereka saja. Saat itu pun aku kesal kepada ayah dan ibuku.

Seminggu berlalu, namun adikku tidak kunjung sembuh. Setiap saat aku selalu berdoa untuk kesembuhan adikku dan menemaninya di rumah sakit karena aku yakin bahwa dia sangat membutuhkan aku dalam keadaan seperti ini.

Sore harinya, ayah dan ibuku datang ke rumah sakit saat itu pun aku berfikir bahwa mereka akan menginap disini untuk menemani adikku. Namun kenyataan berkata lain.
“Ayah…Ibu…tumben datang kesini. Apakah pekerjaan Ayah dan Ibu telah selesai ?” tanyaku.
“Tidak Anakku,” jawab Ayahku.
“Jadi apa maksud Ayah ?’’ tanyaku dengan wajah yang bingung.
“Begini anakku Ayah dan Ibu ingin menyampaikan sesuatu,” sambung Ibuku.
“Aku semakin tidak mengerti. Sebenarnya apa maksud dan tujuan Ayah dan Ibu kesini ?”
“Mungkin ini hal yang begitu berat bagi kami. Tapi kami harus memberitahukan hal ini kepadamu Anakku,” jelas Ayahku.
“Katakanlah Ayah.”
“Begini Anakku, ini keputusan yang sangat berat bagi kami. Dan kami sudah tahu pasti kamu tidak akan bisa menerima ini semua.”
“Apa Ayah ?”
“Sebenarnya kami memutuskan untuk berpisah dan hak asuh akan kami cari jalan yang terbaik.”
“Apa maksud Ayah dan Ibu ? Apa Ayah dan Ibu tidak melihat kondisi Riska yang sedang terbaring lemah ? Sedangkan Ayah dan Ibu ingin berpisah. Sungguh aku tidak mengerti dengan jalan pikiran Ayah dan Ibu.”
“Bukan itu maksud Ayah dan Ibu,” ujar Ayahku.
“Iya. Maksud Ayah dan Ibu ingin melukai kami dan menghancurkan kebahagiaan kami.”
“Anakku…Ayah harap kamu bisa mengerti.”
“Aku sungguh tidak mengerti dengan sikap Ayah dan Ibu seperti ini. Apa Ayah dan Ibu tidak puas selama belasan tahun melihat kami kekurangan kasih sayang, padahal kami memiliki orang tua ? Apa tidak sedikit pun Ayah dan Ibu memikirkan itu ? Ayah dan Ibu hanya memikirkan kepentingan sendiri. Aku kecewa dengan Ayah dan Ibu,” tuturku.
“Kami tidak bisa berbuat apa-apa. Ini sudah jalan yang kami pilih dan kami harus menanggung resikonya Anakku,” jelas Ayahku.
“Iya. Tapi Ayah dan Ibu tidak memikirkan nasibku dan Riska kedepan. Ayah dan Ibu hanya memikirkan kesenangan Ayah dan Ibu saja tanpa memikirkan kami. Apa dengan bercerai Ayah dan Ibu merasa masalah Ayah dan Ibu sudah terselesaikan ?’’
“Mungkin tidak Anakku, tapi ini jalan yang kami pilih,” sahut Ibuku.
“Aku sudah tidak mengerti dengan jalan pikiran Ayah dan Ibu yang hanya mementingkan kesenangan Ayah dan Ibu.”
“Tapi…Anakku…”sambung Ibuku.
“Sudahlah Ibu, cukup Ayah dan Ibu mengecewakanku dan sekarang terserah Ayah dan Ibu mau apa aku sudah tidak mau ikut campur. Entah apa pun itu alasan Ayah dan Ibu ingin bercerai.”
Aku pun langsung pergi ke kamar mandi meninggalkan Ayah dan Ibuku. Sungguh aku tidak mengerti dengan jalan pikiran mereka. Tapi aku mencoba tetap sabar dengan cobaan ini. Aku masih memikirkan adikku yang sedang terbaring lemah. Aku tidak boleh putus asa ataupun bersedih dengan keadaan ini karena aku harus kuat agar aku bisa memberi semangat kepada adikku dan menjadi teladan. Aku tidak boleh terpuruk dengan perceraian Ayah dan Ibuku karena masih ada hal yang harus aku pikirkan kedepan dan aku harus menjadi penyemangat buat adikku. Itulah yang selalu terbesit dalam hati dan benakku.

Beberapa hari kemudian, penyakit adikku semakin parah dan dokter pun mengatakan bahwa adikku tidak dapat bertahan lama. Aku pun segera memberitahukan hal ini kepada Ayah dan Ibuku untuk datang ke rumah sakit. Beberapa menit setelah Ayah dan Ibuku tiba di rumah sakit, adikku menghembuskan nafas terakhirnya. Air mata pun mengalir di pipiku begitu deras. Ayah dan Ibuku langsung memeluk adikku untuk yang terakhir kalinya. Aku tidak tahu harus berkata apa lagi. Semua telah terjadi dan aku harus menerimanya.

Beberapa bulan setelah adikku meninggal, ayah dan ibuku pun resmi berpisah. Air mataku kembali mengalir untuk yang kesekian kalinya. Saat itu aku merasa hidupku sudah tidak ada artinya lagi. Adikku pergi meninggalkanku untuk selamanya sedangkan kedua orang tuaku telah resmi bercerai. Saat itu aku merasa kehilangan jati diriku yang kuat, sabar, dan mampu menghadapi masalah. Namun dalam keterpurukanku, terlintas dalam benakkubahwa aku harus bangkit dan bersemangat untuk menjalani hidup ini. Ini bukanlah akhir dari segalanya, aku harus mencapai impianku dan cita-citaku. Aku tidak boleh hanya menyesali semua yang terjadi. Aku harus menjalani hidupku saat ini dan kedepannya. Aku tidak boleh menoleh ke belakang dan jatuh di lubang yang sama. Aku adalah aku yang harus memperbaiki hidupku sendiri.

Saat itu pun hakim telah menyatakan hak asuh atas diriku diberikan kepada Ibuku. Akhirnya aku tinggal bersama Ibuku dan aku menjalani hidupku seperti yang lainnya secara normal.

Sejarah Sastra Indonesia

        Sastra lahir dari proses kegelisahan sastrawan atas kondisi masyarakat dan terjadinya ketegangan atas kebudayaannya. Sastra sering juga ditempatkan sebagai potret sosial. Ia mengungkapkan kondisi masyarakat pada masa tertentu. Ia dipandang juga memancarkan semangat zamannya. Dari sanalah, sastra memberi pemahaman yang khas atas situasi sosial, kepercayaan, ideologi, dan harapan-harapan individu yang sesungguhnya merepresentasikan kebudayaan bangsanya. Dalam konteks itulah, mempelajari sastra suatu bangsa pada hakikatnya tidak berbeda dengan usaha memahami kebudayaan bangsa yang bersangkutan. Dengan perkataan lain, mempelajari kebudayaan suatu bangsa tidak akan lengkap jika keberadaan kesusastraan bangsa yang bersangkutan diabaikan. Di situlah kedudukan kesusastraan dalam kebudayaan sebuah bangsa. Ia tidak hanya merepresentasikan kondisi sosial yang terjadi pada zaman tertentu, tetapi juga menyerupai pantulan perkembangan pemikiran dan kebudayaan masyarakatnya.
***
Kesusastraan Indonesia merupakan potret sosial budaya masyarakat Indonesia. Ia berkaitan dengan perjalanan sejarah. Ia merupakan refleksi kegelisahan kultural dan sekaligus juga merupakan manifestasi pemikiran bangsa Indonesia. Periksa saja perjalanan kesusastraan Indonesia sejak kelahirannya sampai kini.
Pada zaman Balai Pustaka (1920—1933), misalnya, kita melihat, karya-karya sastra yang muncul pada saat itu masih menunjukkan keterikatakannya pada problem kultural ketika bangsa Indonesiaberhadapan dengan kebudayaan Barat. Tarik-menarik antara tradisi dan pengaruh Barat dimanifestasikan dalam bentuk tokoh-tokoh rekaan yang mewakili golongan tua (tradisional) dan golongan muda (modern). Tarik-menarik itu juga tampak dari tema-tema yang diangkat dalam karya sastra pada masa itu. Problem adat yang berkaitan dengan masalah perkawinan dan kedudukan perempuan hampir mendominasi novel Indonesia pada zaman itu.
Dalam puisi, problem kultural itu tercermin dari masih kuatnya keterikatan pada bentuk kesusastraan tradisional, seperti pantun atau syair. Meskipun Muhammad Yamin memperkenalkan bentuk soneta (Barat) dalam puisinya, ia sebenarnya masih menggunakan pola pantun dalam persamaan persajakan (bunyi) setiap lariknya. Sementara itu, dilihat dari tema-tema yang diangkatnya, tampak ada usaha merumuskan sebuah konsep kebangsaan, meskipun yang dikatakan Muhammad Yamin masih dalam lingkup Pulau Sumatera.
Dalam bidang drama, Rustam Effendi dalam Bebasari (1926) secara simbolik menawarkan perlawanan kepada bangsa asing (Belanda). Penculikan Sita (Ibu Pertiwi) oleh Rahwana (kolonial) pada akhirnya harus dimenangkan oleh perjuangan gigih seorang Rama (pemuda Indonesia). Jadi, secara simbolik, drama ini sudah mempersoalkan konsep kebangsaan dan pentingnya perjuangan melawan penjajah.
Sementara itu, di pihak yang lain, secara ideologis, karya sastra, terutama novel-novel yang diterbitkan Balai Pustaka memperlihatkan betapa novel-novel yang diterbitkan lembaga itu sejalan dengan ideologi pemerintah kolonial Belanda. Balai Pustaka sebagai lembaga penerbitan yang dikelola pemerintah kolonial Belanda, tentu saja mempunyai kepentingan ideologis. Oleh karena itu sangat wajar jika novel-novel yang diterbitkan Balai Pustaka mengusung kepentingan ideologi kolonial.
***
Pada zaman Pujangga Baru (1933—1942), tarik-menarik antara Barat dan Timur tampak tidak hanya pada perdebatan Polemik Kebudayaan, tetapi juga dalam usaha mereka menerjemahkan gagasan itu dalam karya-karyanya. Maka kita dapat melihat puisi-puisi Amir Hamzah cenderung mengungkapkan nafas sufisme dan kosa kata Melayu kuno (Timur). Ia juga banyak menerjemahkan khazanah kesusastraan Timur, khasnya India. Baghawad Gita dan beberapa terjemahan puisi Tiongkok adalah satu contoh usahanya memperkenalkan khazanah kesusastraan Timur itu. Berbeda dengan Amir Hamzah, Sutan Takdir Alisjahbana berteriak lantang menganjurkan agar bangsa Indonesia meniru dan berorientasi ke Barat. Hanya dengan itu, menurutnya, bangsa Indonesia akan mencapai kemajuan. Salah satu novel Sutan Takdir Alisjahbana yang tampak mengusung gagasannya mengenai semangat Barat adalah Layar Terkembang.
Pada masa itu, puisi Indonesia sudah mulai jauh meninggalkangaya pengucapan pantun atau syair. Masuknya pengaruh romantisisme Barat –melalui Angkatan `80 (De Tachtiger Beweging) Belanda— diterima dengan segala penyesuaiannya. Puisi tidak hanya menjadi alat mengangkat dunia ideal, tetapi juga menjadi sarana penyadaran akan kebesaran masa lalu. Romantisisme Pujangga Baru lahir bukan karena kegelisahan atas merosotnya nilai-nilai rohani, spiritualitas, dan terjadinya eksplorasi kekayaan alam, melainkan sekadar mencari bentuk pengucapan baru dalam puisi Indonesia.
***
Perubahan drastis dalam kehidupan sosial, budaya, dan politik diIndonesia, terjadi selepas bala tentara Jepang masuk menggantikan kekuasaan pemerintah kolonial Belanda. Dalam masa pemerintahan pendudukan Jepang (Maret 1942—Agustus 1945), segala potensi diarahkan untuk kepentingan perang. Maka, kesusastraan pun dijadikan alat propaganda pemerintah pendudukan Jepang untuk mengobarkan semangat Asia Timur Raya.
Kehidupan kesusastraan Indonesia pada masa itu sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial-politik, ekonomi. Ambruknya kehidupan ekonomi pada masa itu yang menempatkannya berada pada titik terendah, ikut pula mempengaruhi kerja kreatif para sastrawan. Maka membuat karya yang lebih cepat mendapatkan uang menjadi pilihan yang lebih rasional. Itulah sebabnya, ragam puisi dan cerpen pada zaman Jepang itu jauh lebih banyak dibandingkan novel. Demikian juga penulisan naskah drama menempati posisi yang sangat baik mengingat propaganda melalui pementasan sandiwara (drama) dianggap lebih efektif. Itulah sebabnya, pemerintah pendudukan Jepang menyediakan banyak panggung atau gedung pementasan sebagai sarana penyebarluasan propaganda melalui pementasan-pementasan drama.
***
Selepas Proklamasi, 17 Agustus 1945, kesadaran akan semangat kebangsaan dan pentingnya menyongsong dunia baru, menjadi semacam trend yang kemudian diwujudkan ke dalam karya-karya sastra yang terbit pada masa itu. Chairil Anwar muncul dengan puisi-puisinya yang penuh vitalitas, bersemangat, dan menggelora. Bersama Asrul Sani dan Rivai Apin, Chairil Anwar menerbitkan Tiga Menguak Takdir (1949) yang menunjukkan penolakan terhadap semangat Pujangga Baru. Menguak Takdir dapat dimaknai sebagai pisau bermata dua: (1) mengusung semangat perjuangan, bahwa nasib bangsa sangat bergantung pada usaha untuk tidak menyerah pada keadaan, pada nasib, pada takdir. (2) menolak segala gagasan yang dianjurkan Sutan Takdir Alisjahbana, yaitu (i) kebudayaan bangsa harus ditentukan bukan oleh Timur—Barat, melainkan oleh diri sendiri. “Kami adalah ahli waris yang sah dari kebudayaan dunia dan kebudayaan ini kami teruskan dengan cara kami sendiri,” (ii) bentuk pengucapan dalam puisi tidak perlu lagi dengan bahasa yang mendayu-dayu dan berbunga-bunga, tetapi dengan bahasa sehari-hari yang lugas dan langsung. Chairil Anwar yang menjadi tokoh kunci Angkatan 45 seperti meninggalkan jejak yang begitu kuat dalam peta puisiIndonesia. Pengaruhnya terus bergulir sampai periode berikutnya.
Dalam bidang prosa –novel dan cerpen—pengalaman pahit zaman Jepang dan trauma kegetiran perang kemerdekaan (1945—1949) telah menjadi sumber ilham bagi prosais Indonesia. Maka, Idrus mengangkat kegetiran pada zaman Jepang, Pramoedya Ananta Toer mengeksplorasi pengalamannya semasa menjadi gerilyawan dan berjuang melawan tentara Belanda. Demikian juga Mochtar Lubis, Balfas, Toha Mohtar, Subagio Sastrowardojo, Nugroho Notosusasto, dan beberapa novelis Indonesia lainnya yang dibesarkan dalam gejolak revolusi, mengangkat pengalaman perang sebagai tragedi kemanusiaan yang amat getir, dan di pihak lain digunakan juga sebagai alat untuk menumbuhkan semangat kebangsaan.
Memasuki dasawarsa tahun 1950-an kesusastraan Indonesiaberada dalam situasi yang amat semarak. Selain tentang kisah peperangan, juga muncul semangat kedaerahan dan nafas filsafat eksistensialisme. Sitor Situmorang, Nasjah Djamin, dan teristimewa Iwan Simatupang adalah beberapa nama yang sangat bersemangat memasukkan filsafat eksistensialisme ke dalam karya-karyanya. Iwan Simatupang kemudian menjadi sastrawan penting ketika novel-novelnya diterbitkan selepas peristiwa tragedi 30 September 1965.
Masa suram kesusastraan Indonesia dan umumnya kehidupan kebudayaan Indonesia terjadi pada paroh pertama dasawarsa tahun 1960-an (1961—1965). Ketika itu, slogan “Politik adalah Panglima” telah menempatkan kehidupan politik di atas segala-galanya. Kesusastraan dan kebudayaan kemudian digunakan sebagai alat perjuangan politik. Pro dan kontra pun terjadi. Terbelahlah sastrawan Indonesia ke dalam beberapa kubu yang mengerucut menjadi dua kubu besar, yaitu golongan sastrawan yang mengusung semangat humanisme universal dan golongan sastrawan yang mengusung sastra dan kebudayaan sebagai alat perjuangan politik dengan penekanan pada sastra yang berpihak pada rakyat. Kelompok pertama mendeklarasikan sikapnya melalui apa yang disebut “Manifes Kebudayaan” dan kelompok kedua tergabung dalam Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) yang berporos pada Partai Komunis Indonesia (PKI).
Kehidupan kesusastraan dan kebudayaan dalam masa lima tahun itu benar-benar memasuki situasi yang buruk. Perbedaan pendapat dan ideologi menjadi pertentangan fisik dan serangkaian teror. Pelarangan Manifes Kebudayaan oleh Presiden Soekarno menandai tersingkirnya kelompok Manifes dalam berbagai aspek kehidupan kebudayaan, meskipun mereka terus bergerak melakukan perlawanan.
Pecahnya peristiwa 30 September 1965 yang memicu gelombang demonstrasi pelajar dan mahasiswa sekaligus menghancurkan dominasi PKI dalam kehidupan politik nasional. Lekra sebagai underbouw PKI tentu saja ikut menjadi korban. Kelompok sastrawan pendukung Manifes Kebudayaan seperti keluar dari lubang kematian. Mereka kemudian mengusung karya-karya protes. Taufiq Ismail sebagai tokoh kunci gerakan ini menyuarakan semangat perlawanannya melalui puisi. Penyair lain, seperti Bur Rasuanto, Slamet Sukirnanto, Wahid Situmeang, adalah beberapa sastrawan yang ikut menyuarakan semangat perlawanan itu. H.B. Jassin kemudian menyebut gerakan para sastrawan itu sebagai Angkatan 66.
Gelombang demonstrasi pelajar dan mahasiswa itu berhasil mencapai perjuangannya dengan pembubaran PKI dan kemudian berdampak pada kejatuhan Presiden Soekarno. Praktis PKI beserta para pendukungnya, berada dalam posisi sebagai pecundang. Kalah dalam perjuangan politiknya. Dan Pemerintah yang menyebut dirinya sebagai Orde Baru melakukan pembersihan. Sastrawan yang tergabung dalam Lekra dengan sendirinya menjadi pihak yang kalah. Mereka ditangkap, dipenjara, dan tokoh-tokoh pentingnya dibuang ke Pulau Buru.
***
Babak baru muncul dalam perjalanan kesusastraan Indonesia. Trauma terhadap campur tangan politik dalam kebudayaan, khususnya kesusastraan, telah memberi kesadaran, bahwa kesusastraan, kesenian, dan secara keseluruhan, kebudayaan, tidak boleh dimasuki kepentingan politik. Kehidupan kebudayaan harus dipisahkan dari kehidupan politik. Tak ada tempat lagi bagi politik untuk masuk dan mengganggu kehidupan kesusastraan. Anggapan bahwa muatan politik hanya akan mengganggu estetika berkesenian menjadi semacam label penting dalam kehidupan kesenian dan lebih khusus lagi, kesusastraan Indonesia. Lalu, bagaimana pengaruhnya terhadap kesusastraan Indonesia ketika politik dianggap tidak berhak lagi memasuki wilayah kesenian dan kesusastraan.
Selepas tahun 1965 dan terutama memasuki pertengahan dasawarsa 1970-an, sastrawan Indonesia seolah-olah memperoleh saluran kebebasan yang lebih luas. Di pihak lain, mereka menolak campur tangan politik. Maka, usaha mengeksploitasi estetika yang berada jauh di luar politik adalah penggalian pada tradisi, pada sumber kekayaan khazanah kesusastraan sendiri. Di sinilah, kisah-kisah dunia jungkir-balik dalam dongeng-dongeng rakyat menjadi salah satu sumber kreativitas mereka. Selain itu, unsur-unsur mistik Islam—Jawa, sufisme, dan khazanah puisi rakyat, disadari sebagai kekayaan tradisi yang dapat dikemas atau diselusupkan ke dalam bentuk puisi yang lebih modern. Sutardji Calzoum Bachri, misalnya, berhasil memanfaatkan mantera untuk kepentingan estetika puisinya yang mengandalkan kemerduan bunyi. Melalui kredonya yang menolak makna dalam kata, Sutardji menjadi salah satu tokoh kunci penyair Indonesia dasawarsa itu. Arifin C. Noer –dalam drama—berhasil pula memanfaatkan dongeng-dongeng dan teater rakyat, seperti ketoprak dan tanjidor, menjadi unsur penting dalam dramanya. Sementara itu, Kuntowijoyo yang lahir dan dibesarkan dalam tradisi kejawen, tetapi menyerap juga pengaruh tasawuf dan filsafat Barat (eksistensialisme), berhasil melahirkan sebuah novel, Khotbah di Atas Bukit, yang memperlihatkan percampuran pengaruh-pengaruh itu.
Dasawarsa 1970-an –yang kemudian disebut sebagai Angkatan 70-an— adalah masa berlahirannya karya-karya eksperimentasi. Iwan Simatupang lewat empat novelnya, Merahnya Merah, Ziarah, Kering, dan Kooong, tampil sebagai salah seorang maestro novel kontemporer Indonesia. Sejumlah nama lain, tentu saja masih panjang berderet. Tetapi secara umum, mereka mempunyai semangat yang sama, yaitu “kembali ke akar, kembali ke sumber.”
Memasuki dasawarsa 1980-an sampai pertengahan 1990-an, kesusastraan Indonesia seperti bergulir tanpa gejolak menghebohkan, tanpa hiruk-pikuk. Sejumlah karya memang masih tetap lahir dengan daya kejut yang cukup kuat. Ahmad Tohari lewat trilogi novel Ronggeng Dukuh Paruk, menyadarkan kita akan dunia wong cilik dan orang-orang yang terpinggirkan. Umar Kayam dalam Para Priyayi mengukuhkan kekayaan kultur Jawa. Kejutan lain muncul ketika Pramoedya Ananta Toer memperkenalkan tetraloginya, Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca. Keempat novel yang dikatakannya sebagai novel Pulau Buru itu konon ditulis Pram saat ia berada dalam tahanan di Pulau Buru.
Kejutan lain yang juga penting terjadi menjelang berakhir abad ke-20. Ayu Utami melalui novelnya, Saman (1998) mengejutkan banyak pihak terutama keberaniannya dalam mengungkapkan persoalan seks. Selepas itu, bermunculan sastrawan wanita yang dalam beberapa hal justru lebih berani dibandingkan Ayu Utami. Sebutlah misalnya, Dinar Rahayu (Ode untuk Leopold, 2002), Djenar Maesa Ayu (Mereka Bilang, Saya Monyet! 2003, dan Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu) 2004), Maya Wulan (Swastika, 2004).
Jauh sebelum Ayu Utami, sejumlah sastrawan wanita sesungguhnya telah menunjukkan prestasi yang cukup penting, seperti Nh Dini, Titis Basino, Marianne Katoppo, Leila Chudori, Ratna Indraswari, Abidah El-Khalieqy, Helvy Tiana Rosa, atau Dorothea Rosa Herliani. Meskipun begitu, kemunculannya makin semarak justru selepas Ayu Utami itu. Boleh jadi, kondisi itu dimungkinkan oleh runtuhnya kekuasaan Orde Baru yang ketika itu banyak melakukan represi. Maka, begitu ada saluran pembebasan, berlahiranlah pengarang-pengarang wanita dengan keberanian dan kekuatannya masing-masing. Tercatat, beberapa di antaranya, Fira Basuki, Anggie D. Widowati, Naning Pranoto, Ana Maryam, Weka Gunawan, Agnes Jesicca, Ani Sekarningsih, Ratih Kumala, Asma Nadia, Nukila Amal dan Dewi Sartika.
Yang menarik dari sejumlah karya yang ditulis para pengarang wanita ini adalah usahanya untuk tidak lagi terikat oleh problem domestik. Karya-karya mereka tidak lagi berbicara tentang problem rumah tangga –suami-istri, melainkan problem seorang perempuan dalam berhubungan dengan masyarakat kosmopolitan. Maka, di sana, tokoh-tokoh wanita yang menjadi pelaku utamanya, seenaknya bergentayangan ke mancanegara atau berhubungan dengan masyarakat dunia.

Kasih yang Terlalu Cepat

       Seorang pria remaja yang bernama Kevin. Kevin adalah seorang pria biasa, sederhana, dan selalu tampil apa adanya. Kevin sedang bersedih hati karena dia ditinggalkan oleh pacarnya tanpa sebab. Hidup Kevin tidak ceria lagi seperti dulu, ia selalu mengurung diri di kamarnya hingga ia jarang makan dan badannya terlihat semakin kurus.

Beberapa minggu kemudian, Kevin sadar dan bangkit dari keterpurukannya, ia sadar bahwa hidup bukan sampai disini dia terus mencari cintanya dan mencari tujuan hidupnya yang sesungguhnya.

Di suatu ruang kelas, Kevin sedang duduk sendiri sambil merenung . Tiba-tiba seseorang datang dan menghampiri Kevin dan itu adalah Angga, teman Kevin pada waktu MOS (Masa Orientasi Siswa). Kevin dan Angga asyik berbincang saling bertukar cerita satu sama lain. Kevin tahu bahwa Angga memiliki banyak teman wanita, lalu Kevin meminta tolong kepada Angga untuk dicarikan pacar atau dalam istilah remaja dicomblangin untuk mengobati rasa sakit hatinya.
“Angga, cariin aku pacar donk,” pinta Kevin.
“Memang kriteria cewek bagaimana yang kau cari ?” sahut Angga.
“Aku mencari cewek yang sederhana, baik, dan tidak terlalu cantik yang penting hatinya baik,” jelas Kevin.
“Okelah. Aku punya temen cewek yang seperti kamu sebutin.”
“Siapa namanya ?’’ semangat Kevin.
“Namanya Keysa. Dan besok aku kenalin sama kamu,” ujar Angga.
“Oke. Terima kasih sahabatku,” jawab Kevin dengan senyumnya.

Keesokan harinya, Angga pun mengenalkan Kevin dengan Keysa. Dan ternyata lama-kelamaan Kevin dan Keysa semakin akrab dan mereka memutuskan untuk berpacaran. Akhirnya Angga berhasil mempersatukan antara Kevin dan Keysa.

Beberapa hari kemudian, Angga menemui Kevin yang sedang asyik termenung di kelasnya. Mereka pun berbincang.
“Gimanasukseskah dengan Keysa ?” tanya Angga.
“Sukses. Terima kasih ya karena sudah kenalkan aku sama Keysa,” jawab Kevin dengan wajah ceria.
“Okelah kalau begitu. Pertahankan terus ya hubungan kalian.”
“Oke.Sekali lagi terima kasih ya. Kamu memang sahabat terbaikku.”
“Iya. Aku kembali ke kelasku dulu ya”, pamit Angga kepada Kevin.

Beberapa minggu Kevin dan Keysa berpacaran, akhirnya Kevin menemukan jati dirinya yang sebenarnya dan menemukan arti cinta dalam hidupnya karena Kevin dan Keysa begitu saling mencintai dan menyayangi. Kevin sudah tidak terlihat sedih lagi, hidupnya menjadi berwarna dan berarti semenjak kehadiran Keysa dalam hidupnya.

Tetapi beberapa hari kemudian, ternyata Angga menyatakan perasaannya kepada Keysa. Kevin tidak mengetahui hal sebenarnya bahwa Angga juga sangat menyayangi Keysa. Tetapi, seiring dengan berjalannya waktu Kevin pun mengetahui hal tersebut. Mungkin Angga iri dengan Kevin yang berhasil mendapatkan cintanya Keysa. Karena sebelum Kevin berpacaran dengan Keysa, Angga pernah menyatakan cintanya kepada Keysa . Tetapi, Keysa tidak bisa membalas cinta Angga karena Keysa merasa bahwa Angga kurang bersungguh-sungguh kepadanya. Untuk mengklarifikasi hal tersebut, Kevin menanyakan kepastian hubungannya dengan Keysa.
“Aku ingin menanyakan kepadamu tentang kepastian dari masalah ini,” pinta Kevin kepada Keysa.
“Apa yang kamu ingin tanyakan ?” ucap Keysa dengan heran.
“Diantara aku dan Angga, siapa yang kamu pilih ?”
“Aku memilih kamu bukan Angga. Kalau aku memilih Angga mungkin sudah dari dulu aku menerimanya,” jelas Keysa.
“Ya aku percaya dengan kamu dan aku yakin dengan perasaanmu padaku.”
Kevin dan Keysa pun tetap melanjutkan hubungan mereka.

Beberapa minggu kemudian, Kevin merasa bingung sebenarnya ia mendapatkan berita gembira atau duka. Berita tersebut adalah Kevin akan berangkat ke suatu kota untuk meneruskan sekolahnya yang sudah dibiayai oleh perusahaan karena Kevin telah lolos dalam seleksi penerimaan pegawai. Sebelum bekerja di perusahaan itu Kevin disekolahkan dahulu demi kepentingan perusahaan tersebut.
Berita bahagianya Kevin dapat membanggakan kedua orang tuanya dan sekolahnya. Namun berita dukanya Kevin harus meninggalkan Keysa yang sudah terlanjur menyayangi dan mencintainya karena Keysa harus tetap bersekolah disini.

Kevin pun menyampaikan hal ini kepada Keysa dan menanyakan kepastian hubungan mereka.
“Keysa, apakah kamu mau mencintai aku dan menyayangiku meski aku jauh ? Dan sanggupkah kamu menungguku karena setiap 6 bulan aku hanya mendapatkan cuti 12 hari ?”
“Aku sanggup dan aku akan menunggumu kembali.”
“Baiklah jika itu keputusanmu aku sangat bahagia mendengarnya. Dan aku harap kita dapat bertahan.”
“Iya. Aku yakin kita dapat bertahan walaupun terpisah jarak dan waktu.”
Mereka semakin yakin dengan perasaannya dan dapat menghapus keraguan dalam hatinya.

Berbagi masalah datang silih berganti tetapi kekuatan cinta Kevin dan Keysa sangat besar dan tidak bisa dipisahkan oleh jarak dan waktu atau apapun. Berbagai masalah mereka lewati bersama.

Beberapa minggu kemudian, tibalah saatnya Kevin meninggalkan Keysa. Duka dan bahagia menyelimuti kepergian Kevin. Terlalu cepat Kevin harus menjalani cinta dengan Keysa. Kevin hanya tersenyum bahagia bercampur duka. Air mata pun mengalir di pipi Kevin. Betapa indah kisah mereka berdua namun berujung duka. Kekuatan cinta Kevin dan Keysa sedang diuji. Takdirlah yang mempertemukan mereka dan takdir pula yang memisahkan mereka.

15 Cerpen Terbaik


Judul Buku : 15 Cerpen Terbaik Lomba Menulis Cerita Pendek 2009
Penerbit : Kementerian Pendidikan Nasional
Cetakan : I, April 2010
Tebal : 0,5 cm
Jumlah halaman : 161 halaman

“Mulut ini diam. Memang benar, semua berjalan baik. Proses penebangan berlangsung dengan aman. Dari puncak paling muda hingga pangkal pohon yang sudah mulai berlumut. Pohon kersen kesayangan sudah berumur hampir 5 tahun. Mengabdikan diri tanpa pilihan. Anak-anak, ibu-ibu, para pedagang, hingga berjenis burung dan kelelawar. Singkat rasanya setelah dia benar-benar hilang. Pipiku masih membasah. Lebih sedih lagi. Sejak itu akibat kesalahan kami karena menebasnya mulai terasa. Sejak batang demi batang hingga pangkal pohon ditebang, perlahan tapi pasti matahari memelototi kami. Tak ada belas kasihan.”
Itulah salah satu cuplikan dari cerpen yang berjudul “Pohon Kersen” yang merupakan kumpulan dari 15 karya terbaik ajang Lomba Menulis Cerita Pendek (LPMC) yang diselenggarakan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah tahun 2009. Lomba yang diikuti oleh guru-guru Bahasa Indonesia di seluruh Indonesia untuk saling berkompetisi mengekspresikan kemampuannya dalam bentuk karya tulis, khususnya cerita pendek. Setelah karya-karya terbaik dalam lomba ini dikumpulkan dan disunting kemudian diterbitkan menjadi buku yang enak dibaca. Buku ini diterbitkan pada tahun 2010 dalam rangka kegiatan peningkatan perpustakaan sekolah dan pelajaran sastra oleh Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional.
Dalam cerpen ini bertemakan tentang pohon kersen yang memberi banyak pengaruh bagi kehidupan suatu keluarga yang dibumbui unsur-unsur mistis di balik penebangan pohonnya. Awalnya penulis hendak memaparkan tentang keadaan lingkungan, namun dipertengahan cerita terjadi hal yang mengejutkan. Ceritanya lebih berbau mistis yang dipengaruhi oleh kepercayaan terhadap makhluk halus yang bernama jin.
Wanita satu anak yang bernama Lilis ini digambarkan sebagai seseorang yang terlalu percaya dengan takhayul, ia senantiasa menyangkut pautkan segala kejadian yang terjadi akibat pohon kersen itu ditebang.
Dalam kumpulan cerpen ini juga terdapat beberapa judul lain yaitu “Cerita dari Tapal Batas” dan “Kabut”. “Cerita dari Tapal Batas” bertemakan perjuangan seorang anggota TNI yang ditugaskan di perbatasan Papua, dimana kehidupan disana sama sekali jauh dari keinginan duniawi dan kegelimangan harta. Sedangkan “Kabut” bercerita tentang tokoh Nita yang berprofesi sebagai guru golongan IVA yang benci dengan budaya sogok-menyogok yang terjadi di sekolah tempat ia mengajar.
Banyak hal yang menarik dari ketiga judul cerpen tersebut. Kemampuan sang penulis dalam menggunakan pilihan kata yang tepat membuat pembaca tidak jenuh untuk membaca ceritanya. Jalan cerita dalam cerpennya pun sulit untuk ditebak hingga membuat pembaca menjadi penasaran. Setiap cerpen selalu disisipkan amanat-amanat yang selalu berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, seperti pada cerpen “Pohon Kersen” yang menyisipkan amanat bahwa kita tidak perlu terlalu mempercayai hal-hal gaib.
Namun di salah satu cerpen yang berjudul “Pohon Kersen” diakhir ceritanya kurang dapat dimengerti oleh pembaca dengan baik. Karena kumpulan cerpen ini hasil karya para guru-guru Bahasa dan Sastra Indonesia sehingga kata-kata yang digunakan terlalu tinggi oleh karena itu tidak cocok dibaca oleh kalangan non akademik.

Kartini

Maaf, saya terlambat lahir. Tidak
sempat bertemu, hanya mengenal
dari buku, lagu, serta cerita guru.
Tapi, masih boleh berkenalan kan, ibu?

Ibu yang mulia, berbahagialah. Sebab
selalu ada satu hari, ketika semua orang
menjelma dirimu. Kartini besar, kartini sedang,
kartini kecil. Semua bersanggul dan berkebaya,
dengan langkah kemayu.

Kini,
Banyak perempuan telah lebih berkuasa dari lelaki
Banyak perempuan telah lebih kuat dari lelaki
Banyak perempuan telah lebih galak dari lelaki
Banyak istri telah mampu menghidupi suami

Mereka, ‘kartini-kartini’ itu, menyukaimu.
Itu pasti. Sebab, kau terlihat modis dengan
sanggul dan kebayamu.

Perjuanganmu yang dulu, maaf, mereka sibuk bu.
Tak lagi punya waktu berpikir tentang itu.

Tertabuh Angin


      Putri terbangun ketika malam telah bertengger di puncaknya. Dinyalakannya lampu kamar. Pukul dua dini hari. Di luar sana, kesunyian telah sempurna mengepung kota. Sayup-sayup terdengar suara tiang listrik dipukul seseorang. Digelitiki rasa penasaran, Putri melangkah menuju ruang tamu. Instingnya mengatakan ada kesibukan di sana. Tebakannya tak meleset. Dia mendapati Bapak masih bergelut dengan pekerjaannya. Kertas-kertas berserak di meja dan lantai. Ada bukit kecil di asbak, terbuat dari puntung-puntung rokok. Tiga gelas kopi yang sudah kosong, beku di dekat Bapak.
Putri memandangi sosok lelaki yang hanya mengenakan kaos oblong dan kain sarung itu. Dia tidak sadar kalau kacamatanya telah melorot ke hidung. Wajahnya tegang. Sekali waktu, jemarinya meniti huruf demi huruf di depan matanya. Begitu bersemangatnya dia, hingga tak sempat menyadari bahwa ketukan yang ditimbulkannya telah melahirkan nada yang tersendat-sendat, yang hampir tiap malam merusak kenyamanan tidur anaknya. Sekejap kemudian, dia menghentikan ketikannya. Diam mematung, tapi pikirannya seperti meraba dalam kegelapan. Mengetik lagi. Melamun lagi. Begitu terus-menerus. Ah, Bapak, desis Putri dalam hati.
Mesin tik tua itu sangat berharga bagi Bapak. Suatu hari, beliau pernah berkata bahwa dia lebih mencintai mesin tik itu ketimbang dirinya sendiri. Pendapat yang berlebihan, menurut Putri. Tapi, kalau sudah melihat bagaimana Bapak memperlakukan mesin tik itu, Putri benar-benar trenyuh. Inilah jalinan cinta terunik yang pernah dilihatnya. Sejujurnya, Putri sudah jenuh mendengar sejarah mesin tik itu. Sudah berkali-kali Bapak mengulangnya. Benda itu dibelinya dengan harga miring di pasar loak. Manakala kisahnya sampai pada asal-muasal uang untuk membeli mesin tik itu, makin berbinarlah mimiknya. Ya, ya, Putri sudah hafal luar kepala. Dari hasil menyisihkan honor tulisan, akhirnya dia bisa memiliki mesin tik yang lama menggoda dalam mimpinya.
Begitulah. Mungkin usia mesin tik itu jauh lebih tua dari Putri yang kini duduk di bangku sekolah menengah umum. Setiap melihat mesin tik itu, Putri seperti melihat sosok seorang pensiunan tua. Di sisa hidupnya, tidak semestinya dia masih bekerja membantu Bapak menghasilkan tulisan-tulisan. Gudang adalah tempat yang nyaman untuk benda antik itu.
Tapi tidak. Bapak sungguh telaten merawat mesin tik itu. Sejarah, mungkin, membuat cinta Bapak tak pernah layu. Sudah beberapa kali Bapak mereparasi kekasihnya itu. Tahun-tahun belakangan ini, dia mulai rewel. Ada saja kerusakan yang terjadi, seperti pita yang kerap lepas dari tempatnya atau huruf yang tercetak miring. Tapi, Bapak sabar meladeninya. Jika dia merasa sanggup memperbaiki kerusakan itu, pasti dikerjakannya sendiri. Kalau dia menyerah, dia tidak sungkan membawanya ke tempat servis.
*****
Akhirnya, bayangan yang Putri takutkan itu menjadi kenyataan. Guru-guru di sekolah membuktikan ancamannya. Mulai hari ini mereka menggelar aksi mogok mengajar sampai batas waktu yang tidak ditentukan. Ini benar-benar sebuah mimpi buruk. Bagaimana tidak, semua guru di kotanya, bahkan di kota-kota lainnya, serempak melakukan aksi serupa. Mereka bersikeras agar pemerintah pusat merealisasikan tuntutan mereka. Ah, begitu banyak cara menyikapi suatu persoalan. Inilah pilihan terbaik di antara yang terburuk.
Seumpama macan yang terusik tidurnya, guru-guru di sekolah Putri menggeliat dari kepasrahan yang lama melilit mereka. Mulai hari ini, hampir seluruh sekolah di negeri Putri lumpuh total. Tidak ada kegiatan belajar mengajar. Guru-guru mogok massal. Sejak pagi hingga siang hari, orang-orang dipaksa menyaksikan pemandangan yang entah heroik atau menyedihkan itu. Guru-guru dengan pakaian korps lengkap, berbondong-bondong menuju gedung wakil rakyat. Mereka ingin menyampaikan aspirasi di sana . Mereka masih sempat tersenyum dan memekikkan yel-yel, tapi sesungguhnya air mata menetes dalam batin mereka.
*****
Sudah hari keempat Putri dan teman-temannya terlantar. Beberapa guru memang tampak hadir di sekolah, tapi mereka tetap enggan memberi pelajaran. Mereka hanya duduk-duduk di ruang guru. Berbincang dengan raut muka tegang. Mereka tetap berkeras agar pemerintah segera membayar rapel gaji mereka yang terus-menerus ditunda. Murid-murid bingung. Kalau begini jadinya, pihak mana yang harus disalahkan?
"Teman-teman, sudah beberapa hari ini kelas kita melompong tanpa guru. Rasanya hal ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Kita harus melakukan sesuatu."
"Tapi, tindakan apa yang bisa kita lakukan?"
"Saya yakin kita semua sudah mengerti masalah apa yang menimpa guru kita, bukan?"
Sebagian dari mereka mengangguk mengiyakan.
"Kita semua tahu, menekuni profesi sebagai pendidik di negeri ini begitu dilematis. Tidak usahlah saya jelaskan panjang lebar. Ini sudah jadi rahasia umum. Apalah artinya gaji guru dibanding kebutuhan hidup mereka? Belum lagi potongan di sana-sini. Kalau dulu, kita menganggap guru adalah pekerjaan yang luhur dan mulia, tapi sekarang, kita telah melihat kenyataan bahwa guru tak jauh beda dengan sapi perah."
Rapat terus bergulir. Ketika jam istirahat tiba, seisi kelas membentuk kelompok-kelompok kecil. Mereka berunding mencari jalan keluar. Ternyata membahas apa yang bisa mereka lakukan sebagai bentuk solidaritas murid kepada guru bukanlah masalah yang mudah.
Dari sekian banyak usulan, semuanya mengerucut pada satu kesimpulan. Anak-anak itu bermaksud menyumbangkan uang kas kelas pada guru mereka. Sejumlah uang itu tentulah tidak sebanding dengan kebutuhan hidup seorang guru. Tapi masalahnya, dari sekian banyak guru di sekolah itu, siapakah yang lebih berhak menerima pemberian itu?
*****
Sejak perceraian yang menyakitkan itu terjadi, Bapak memuntahkan esedihannya lewat tulisan. Dia seperti kesurupan kalau sudah di depan mesin tik. Jemarinya melompat-lompat begitu liar, seliar ide dan imajinasi yang ada di benaknya. Dia benar-benar produktif berkarya. Putri memutuskan ikut Bapak. Biarlah dua adiknya yang masih kecil ikut Ibu. Putri ingin belajar pada Bapak bagaimana menghayati hidup dengan sederhana dan bersahaja. Diam-diam, Putri pun bercita-cita ingin seperti Bapaknya.
*****
Angin menabuh daun-daun. Terik matahari begitu menyengat. Debu-debu beterbangan dibawa angin. Musim kemarau seakan enggan bersahabat pada manusia di muka bumi.
Dari balik bingkai jendela, Putri memandangi daun-daun yang menguning dan berguguran di halaman rumahnya, dihalau angin kemarau. Putri mendesah gamang. Aduhai, lihatlah daun-daun itu. Seburuk apa pun mereka diperlakukan cuaca, mereka akan kembali menjadi humus yang menyuburkan. Tapi, kenapa kadangkala hidup tak sesuai dengan apa yang diharapkan?
Putri hanya mengurung diri dalam kamar ketika Bapak sedang meladeni beberapa tamunya. Sayup-sayup didengarnya percakapan antara Bapak dengan mereka. Hati gadis belia itu seperti disayat-sayat.
"Pak Sukri, kami harap Bapak berkenan menerima pemberian kami ini, sebagai rasa simpati kami semua terhadap perjuangan Bapak."
"Kami mohon Bapak tidak berkecil hati. Tidak ada maksud kami melecehkan profesi Bapak. Kami tahu Bapak adalah guru dengan idealisme tinggi. Kami juga tahu, kami tidak akan pernah bisa membalas jasa Bapak. Hanya ini yang bisa kami berikan sebagai tanda terima kasih kami."
Sungguh, ingin rasanya Putri menjerit sekuatnya. Tapi sebisa mungkin dia tahan. Putri tidak tahu bagaimana menghadapi kenyataan ini. Putri ingin lari sejauh mungkin. Lari dari kepedihan yang menghimpit jiwanya. Ah, hidup memang kejam. Sesengit apa pun meladeninya, tetap saja mereka terpojok. "Tuhan, seperti apakah posisi kami di hadapanMu sesungguhnya?" gugat Putri dalam hati.
*****
Putri terbangun ketika malam telah bertengger di puncaknya. Dinyalakannya lampu kamar. Pukul dua dini hari. Dia merasa matanya sembab dan bengkak. Rupanya sejak sore tadi dia tertidur beralaskan bantal yang basah oleh airmata. Di luar sana, kesunyian telah sempurna mengepung kota. Sayup-sayup terdengar suara tiang listrik dipukul seseorang. Digelitiki rasa penasaran, Putri melangkah menuju ruang tamu. Tebakannya tak meleset. Dia mendapati Bapak masih berkutat menyelesaikan pekerjaannya. Kertas-kertas berserak di meja dan lantai. Ada bukit kecil di asbak, terbuat dari puntung-puntung rokok. Tiga gelas kopi yang sudah kosong membeku di dekat Bapak.
Tiba-tiba suara mesin tik berhenti. Menyadari ada yang sedang memperhatikannya, Bapak melirik Putri yang berdiri di dekatnya. Dari balik kaca mata tebal itu, Putri masih dapat melihat jendela hati Bapak yang kuyu. Mungkin, dia sedang sebisa mungkin menahan rasa sedih dan kecewa. Ah, betapa ketabahanku tidak ada apa-apanya dibandingkan ketabahan Bapak. Putri mendesah samar.
Dengan suara tersendat-sendat seperti caranya mengetik, Bapak menceritakan kedatangan teman-teman Putri sore tadi. Putri benar-benar bingung. Mulutnya serasa terkunci.
"Kamu masih percaya bahwa guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa, Putri?" tanya Bapak di penghujung ceritanya. Suaranya berat dan gamang. Pertanyaan itu membuat Putri terkejut. Dia tidak menyangka Bapak akan bertanya seperti itu. Ragu-ragu ditatapnya Bapak. Tapi Bapak malah balik menatap Putri dengan mimik menunggu. Putri hafal tatapan itu. Tatapan seorang guru yang menunggu jawaban dari muridnya. Putri gugup, menelan ludah seperti menelan sebutir paku. Pak Guru Sukri masih menunggu jawaban dari muridnya.
Puti diam. Pak Sukri pun diam. Detik-detik berlalu dalam kebisuan. Tak ada angin berembus. Sunyi menciptakan jarak yang terasa panjang dan menyakitkan.
"Mulai detik ini, belajarlah untuk melupakannya, anakku. Itu cuma omong kosong," pinta Pak Sukri pelan, lebih kepada dirinya sendiri. Suaranya terasa getir dan parau. Sangat parau.